Sunday, April 27, 2014

Etika Berpolitik

Era reformasi yang berbasis sistim politik demokrasi, terbuka kesempatan yang seluas luasnya bagi warganegara termasuk para elit politik yaitu individu-individu terbaik yang berhasil dan mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat, untuk mengekspresikan gagasan-gagasan,  pendapat dan tindakan  secara bebas dalam segala aspek kehidupan. Kebebasan sebagai salah satu dimensi demokrasi mendapat sambutan yang sangat antusias dalam masyarakat yang sedang mengalami transisi demokrasi yang terkadang cenderung kebablasan. Euforia kebebasan yang berlebihan dalam bidang politik misalnya membuat wajah politik Indonesia terasa semakin karut marut. Padahal sejatinya reformasi adalah ijtihad politik bangsa untuk mengadakan perubahan-perubahan dan penataan kelembagaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menuju Indonesia yang lebih baik, sesuai dengan perkembangan zaman yang penuh tantangan yang semakin berat dalam dunia yang semakin  mengglobal.

Karut marutnya perpolitikan di negeri  ini karena “politik” dimaknai oleh para aktor politik (pemimpin politik, aktivis politik, individu warganegara biasa) hanya sekedar berburu kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, termasuk menggunakan money politic tanpa mengindahkan etika dan moral sehingga menimbulkan kekacauan politik, bentrokan horizontal dan vertikal,  anarkisme, ramai dengan politik transaksional, penyalahgunaan wewenang, korupsi menjalar ke berbagai cabang kekuasaan negara, seperti, Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, Mahkamah Konstitusi, dan Pemerintah Daerah. Para elit politik (pejabat negara dan pemerintah dalam arti luas )  yang seharusnya menjadi tauladan dalam mewujudkan good governance, namun diantara mereka tidak sedikit yang terbelit dengan persoalan korupsi. 

Beberapa contoh korupsi yang melibatkan elit politik dapat dikemukakan diantaranya kasus cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur BI, kasus Nazarudin, mafia badan anggaran DPR, kasus di Kemenakertrans, kasus wisma atlet Sesmenpora, Surat palsu Mahkamah Konstitusi, 17 Gubernur dan 140 Bupati dan Walikota tersangkut pidana korupsi, dan masih banyak lagi  yang belum terungkap. Demikian juga  Partai politik yang seharusnya menjadi pilar bagi tegaknya demokrasi, ternyata tidak sedikit yang menjadi penghambat jalannya demokrasi.

Beberapa Kasus tersebut menandakan bahwa dekadensi moral tengah melanda ke berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Reformasi yang diharapkan membawa keadilan, kebenaran, damai, sejahtera, ternyata melenceng dan amburadul. Pelanggaran etika dan kepatutan sering kali dipertontonkan oleh para elit politik dalam perilaku politiknya, yang  seharusnya mereka memperjuangkan kepentingan rakyat,  namun  dalam realitanya lebih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Dilain pihak peran serta rakyat dalam proses pengambilan keputusan  sering kali diabaikan sehingga dapat menimbulkan sikap apatisme publik dan rendahnya derajat legitimasi dari setiap keputusan yang diambil sehingga dapat memicu munculnya konflik di masyarakat.

Oleh karena itu bila perilaku politik tersebut tidak berubah dan tanpa bimbingan moralitas, akan sangat membahayakan kehidupan bermasyarakat, bangsa dan negara. Banyak negara mengalami kegagalan dikarenakan rusaknya moral para penyelenggara negara dan masyarakat. Tulisan ini akan membahas perilaku politik dari perspektif etika  politik. Sebab perilaku politik tanpa bimbingan moral tidak mencerminkan karakter politisi sejati yang cerdas, rela berkorban,  dan senantiasa mengutamakan kepentingan publik.

Etika Politik Demi Kebermartabatan

Etika dan moral memiliki hubungan yang sangat erat dan sering kali disamakan, pada hal memiliki makna yang berbeda. Moral yaitu merupakan suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Adapun etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia. Sebelum membahas etika politik, terlebih dahulu memahami tentang etika dan moral, yang dikemukakan oleh para ilmuwan.

Menurut Abdullah (dalam Rahmaniyah 2010) etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai buruk dengan memperlihatkan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat dicerna akal pikiran. Sedangkan I Gede AB Wiranata etika merupakan refleksi manusia tentang apa yang dilakukan dan dikerjakannya. Etika adalah wahana orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental. Etika sering disebut filsafat moral. Etika membantu manusia menyuluhi kesadaran moralnya dan turut serta mencari pemecahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Etika juga dapat membantu untuk mencari alasan mengapa suatu perbuatan harus dilakukan atau sebaliknya untuk tidak dilakukan.

Sumber


No comments:

Post a Comment