1. KUHP mampu
untuk menangani kejahatan di bidang komputer (computer crime). Madjono
Reksodiputro, pakar kriminolog dari Universitas Indonesiayang menyatakan bahwa
kejahatan komputer sebenarnya bukanlah kejahatan baru dan masih terjangkau oleh
KUHP untuk menanganinya. Pengaturan untuk menangani kejahatan komputer
sebaiknya diintegrasikan ke dalam KUHP dan bukan ke dalam undang-undang
tersendiri.
2. Kejahatan
yang berhubungan dengan komputer (computer crime) memerlukanketentuan khusus
dalam KUHP atau undang-undang tersendiri yang mengatur tindak pidana dibidang
komputer.
Berbagai upaya telah dipersiapkan untuk memerangi cyber
crime. TheOrganization for Economic Co-operation and Development (OECD)
telahmembuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan
dengancomputer related crime , dimana pada tahun 1986 OECD telahmempublikasikan
laporan yang berisi hasil survei terhadap peraturan perundang-undangan
negara-negara anggota, beserta rekomendasi perubahannya dalam menanggulangi
computer related crime, yang diakui bahwa sistem telekomunikasi memiliki peran
penting didalam kejahatantersebut. Melengkapi laporan OECD, The Council of
Europe (CE) berinisiatif melakukan studi mengenai kejahatan tersebut. Studi ini
memberikan guidelineslanjutan bagi para pengambil kebijakan untuk menentukan
tindakan-tindakanapa yang seharusnya dilarang berdasakan hukum pidana
negara-negara anggota dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara hak-hak
sipil warga negaradan kebutuhan untuk melakukan proteksi terhadap computer related
crimetersebut. Pada perkembangannya, CE membentuk Committee of Experts onCrime
ini Cyber space of The Committee on Crime problem, yang pada tanggal25 April
2000 telah mempublikasikan draft Convention on Cyber Crimesebagai hasil
kerjanya, yang menurut Susan Brenner dari University of Daytona School of Law,
merupakan perjanjian internasional pertama yangmengatur hukum pidana dan aspek
proseduralnya untuk berbagai tipe tindak
pidana yang berkaitan erat dengan penggunaan komputer, jaringan atau
data,serta berbagai penyalahgunaan sejenis.
Di Indonesia sendiri, setidaknya sudah terdapat Undang-Undang
no. 11 tahun2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang di gawangi
olehDirektorat Aplikasi Telematika Departemen Komunikasi dan
Informatika.Subyek-subyek muatannya ialah menyangkut masalah yurisdiksi,
perlindunganhak pribadi, azas perdagangan secara e-comerce, azas persaingan
usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen, azas hak atas kekayaan intelektual
(HaKI)dan hukum Internasional serta azas Cyber Crime. UU tersebut mengkaji
cyber case dalam beberapa sudut pandang secara komprehensif dan
spesifik,fokusnya adalah semua aktivitas yang dilakukan dalam cyberspace,
kemudianditentukan pendekatan mana yang paling cocok untuk regulasi Hukum Cyber
di Indonesia. Jaringan komputer global pada awalnya digunakan hanya untuk
saling tukar-menukar informasi, tetapi kemudian meningkat dari sekedar
mediakomunikasi kemudian menjadi sarana untuk melakukan kegiatan
komersilseperti informasi, penjualan dan pembelian produk.Keberadaannya menjadi
sebuah intangible asset sebagaimana layaknyaintelectual property. Adanya
pergeseran paradigma dimana jaringan informasimerupakan infrastruktur bagi
perkembangan ekonomi suatu negara,mengharuskan kita secara sistematis membangun
pertumbuhan pemanfaatanTeknologi Informasi di Indonesia.` Upaya penanggulangan
cyber crime di Indonesia selama ini adalah berdasarkan2 hal yang terkait, yaitu
:
1. Kebijakan Hukum Pidana dalam penanggulangan cyber crime.
2. Pembentukan cyber law untuk penanggulangan cyber crime
Indonesia adalah negara hukum, bukan negara atas kekuasaan
belaka. Inimengisyaratkan bahwa perikehidupan berbagsa, bernegara dan
bermasyarakatmengikuti hukum. Segala konflik yang terjadi adalah diselesaikan
menuruthukum sehingga tercapai kepastian hukum. Ditinjau idealisme di atas maka
perlu segera dibentuk cyber law.
Sektor cyber space, juga banyak bersentuhan dengan
sektor-sektor lain. Selamaini, sektor-sektor itu telah memiliki aturasn khusus
dalam pelaksanaannya. Ada beberapa aturan yang bersentuhan dengan dunia cyber
yang dapat digunakanuntuk menjerat pelaku cyber crime, sehingga sepak terjang
mereka makinsempit. Peraturan-peraturan khusus itu adalah, sebagai berikut :
- Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
- Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopolidan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
- Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
- Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.
- Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Hak Paten.
- Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merk.
Undang – undang di atas adalah Undang – undang yang lama
sebelum di sahkannya Undang – undang informasi dan transaksi elektronik (UU
ITE) pada tahun 2008.Sedang peninjauan menurut UU ITE sebagai berikut :
UU ITE dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang
diharapkan bisamengatur segala urusan dunia Internet (siber), termasuk
didalamnya memberi punishment terhadap pelaku cybercrime. Nah, kalau memang
benar cyberlaw perlukita diskusikan apakah kupasan cybercrime sudah semua
terlingkupi? Di berbagai literatur, cybercrime dideteksi dari dua sudut
pandang.
1.Kejahatan yang Menggunakan Teknologi Informasi Sebagai
Fasilitas:Pembajakan, Pornografi, Pemalsuan/Pencurian Kartu Kredit, Penipuan melaluiEmail
(Fraud), Email Spam, Perjudian Online, Pencurian AccountInternet,Terorisme, Isu
Sara, Situs Yang Menyesatkan, dsb
2.Kejahatan yang Menjadikan Sistem Teknologi Informasi
Sebagai Sasaran:Pencurian Data Pribadi, Pembuatan/ Penyebaran Virus Komputer,Pembobolan/Pembajakan
Situs, Cyberwar, Denial of Service (DOS), KejahatanBerhubungan Dengan Nama
Domain, dsb
Secara umum, bisa kita simpulkan bahwa UU ITE boleh disebut
sebuah cyberlawkarena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia
maya, meskipundi beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang
sedikit terlewat.Muatan UU ITE kalau saya rangkumkan adalah sebagai berikut:
1.Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama
dengan tandatangan konvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan
e-ASEANFramework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas)
2.Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang
diatur dalam KUHP
3.UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan
hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang
memiliki akibathukum di Indonesia
4.Pengaturan nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual
5.Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada :
- Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
- Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian danPermusuhan)
- Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
- Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
- Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
- Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
- Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
- Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?)
UU ITE adalah cyberlaw-nya Indonesia, kedudukannya sangat
penting untuk mendukung lancarnya kegiatan para pebisnis Internet, melindungi
akademisi,masyarakatdan mengangkatcitra Indonesia di level internasional.
Cakupan UU ITEluas (bahkan terlalu luas?), mungkin perlu peraturan di bawah UU
ITE yangmengatur hal-hal lebih mendetail (peraturan mentri, dsb). UU ITE masih
perlu perbaikan, ditingkatkan kelugasannya sehingga tidak ada pasal karet yang
bisadimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak produktif
No comments:
Post a Comment